Kalseldaily.com Banjarmasin – Memasuki momentum Hari HIV/AIDS Sedunia yang diperingati setiap 1 Desember, Kalimantan Selatan kembali menghadapi tantangan serius terkait meningkatnya kasus HIV, terutama di kalangan usia muda. Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, Diauddin, mengungkapkan bahwa sebagian besar penularan masih berasal dari hubungan seksual, termasuk sesama jenis. Namun, menurutnya, persoalan terbesar justru terletak pada stigma sosial yang membuat banyak orang enggan memeriksakan diri.
“Banyak yang sudah berisiko tapi takut memeriksakan diri. Masalah terbesar kami itu stigma,” ujarnya, mengutip dari BPost.
Dia menegaskan bahwa seluruh puskesmas di Kalsel telah memiliki petugas Voluntary Counselling and Testing (VCT) yang terlatih, termasuk dalam menjaga kerahasiaan identitas pasien, namun ketakutan terhadap stigma kerap lebih menakutkan bagi remaja dibanding penyakitnya sendiri.
Relawan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Banjarbaru, Edi Sampana, menilai kurangnya edukasi formal ikut memperburuk situasi. Ia menjelaskan bahwa edukasi remaja kini lebih banyak bertumpu pada guru, sementara pendanaan program pencegahan semakin terbatas, membuat edukasi seperti Aku Bangga Aku Tahu (ABAT) tidak lagi berjalan intensif. Sepanjang Januari 2025, Edi mencatat 52 kasus baru HIV di Banjarbaru. Di tingkat provinsi, Dinas Kesehatan Kalsel melaporkan 448 kasus baru sepanjang Januari–Agustus 2025, sementara jumlah pasien yang menjalani terapi Antiretroviral (ARV) telah melampaui 2.400 orang.
Di tengah meningkatnya kasus pada kelompok usia muda, kisah penyintas seperti Nadia (bukan nama asli), remaja 19 tahun asal Banjarmasin, menjadi peringatan keras. Nadia mengetahui dirinya positif HIV setelah dikontak PMI soal masalah pada hasil donor darahnya. “Aku dikontak PMI,” ujarnya singkat, mengutip dari BPost.
Ia langsung meminta pasangan tanpa statusnya untuk ikut tes, namun pria itu menolak, menyalahkannya, dan memutus semua kontak. Berdasarkan riwayat hubungan tanpa alat pelindung, Nadia meyakini dirinya tertular dari pria tersebut dan makin geram ketika mengetahui pria itu mendekati perempuan lain. “Aku tidak mau ada korban lagi,” tegasnya.
Fenomena pergaulan bebas turut disorot mahasiswa Banjarmasin, Khaidir (23), yang menyebut Friends with Benefits (FWB) sudah umum di kalangan muda. “Cuma buat cari teman mesra,” katanya, juga mengutip BPost, seraya menyebut aplikasi kencan kini dipenuhi ajakan one night stand (ONS), membuat interaksi berisiko semakin mudah terjadi.
Fenomena meningkatnya kasus pada usia muda di Kalsel sejalan dengan data nasional. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, 19 persen kasus baru berasal dari kelompok usia 20–24 tahun, sementara enam persen berada di bawah usia 20 tahun. Angka ini menegaskan tingginya kerentanan generasi muda terhadap risiko penularan HIV.
Secara nasional, jumlah penderita HIV pada Januari hingga Juni 2025 mencapai 564 ribu orang, dengan 76 persen kasus terkonsentrasi di 11 provinsi prioritas seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, Papua, Papua Tengah, Sulawesi Selatan, Banten, dan Kepulauan Riau.
Momentum Hari HIV/AIDS Sedunia kembali menjadi pengingat bahwa penanganan HIV bukan hanya soal pengobatan dan layanan kesehatan, tetapi juga menghapus stigma, memperluas edukasi, serta menyediakan ruang aman bagi masyarakat—khususnya generasi muda—untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan pendampingan. (Daily/Fin).















Leave a Reply