Kalseldaily.com – Setelah dilaksanakannya Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) pada Kamis (30/1/2025), sejumlah wilayah di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) mulai merasakan penurunan intensitas hujan. Langkah ini diambil sebagai respons atas permintaan Gubernur Kalsel, Muhidin, yang disambut cepat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalsel, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Operasi ini berpusat di Lanud Syamsudin Noor, Banjarbaru, dan berlangsung selama dua hari.
Menurut Bambang Dedi, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kalsel, upaya mitigasi ini telah membuahkan hasil yang signifikan. “Alhamdulillah, usulan Pak Gubernur direspons cepat oleh BNPB. Sejak OMC dilaksanakan pada 29 dan 30 Januari lalu, intensitas hujan di Kalsel cenderung menurun,” ujarnya pada Minggu (2/2/2025).
OMC merupakan salah satu upaya mitigasi bencana yang bertujuan untuk mengurangi dampak dan potensi bencana, khususnya banjir akibat curah hujan tinggi. Teknik yang digunakan adalah penyemaian awan-awan yang berpotensi menurunkan hujan, sehingga hujan terjadi sebelum mencapai daerah rawan banjir.
Bambang menambahkan, berdasarkan pengamatan beberapa hari terakhir, awan-awan di daerah pesisir selatan Kalsel berhasil diarahkan agar tidak menurunkan hujan ke daratan. “Alhamdulillah, analisis BMKG menunjukkan bahwa OMC cukup efektif mengurangi potensi hujan. Meski tidak mencakup seluruh wilayah Kalsel, dampaknya cukup signifikan untuk mengurangi risiko banjir,” jelasnya.
Ia juga menyatakan bahwa idealnya OMC dilakukan dalam jangka waktu lebih lama untuk hasil yang lebih maksimal. Gubernur Kalsel, Muhidin, telah mengajukan permohonan kepada BNPB untuk melaksanakan OMC kembali pada 8-9 Februari 2025. Hal ini penting mengingat Kalsel akan menjadi tuan rumah peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang rencananya akan dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah pejabat negara.
Agus Riyanto, Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat BNPB, menjelaskan bahwa OMC bukan bertujuan untuk menghilangkan hujan, melainkan mengendalikan intensitasnya. “Kami menggunakan garam dan kapur tohor untuk mempercepat turunnya hujan di laut, sehingga hujan di daratan berkurang,” ujarnya saat diwawancarai di Lanud Syamsudin Noor, Banjarbaru.
Metode ini, menurut Agus, memiliki efektivitas mencapai 70%. BMKG bahkan telah membentuk unit khusus untuk mengembangkan teknologi modifikasi cuaca ini. “Teknologi ini masih relevan untuk mitigasi bencana,” tegasnya.
sc foto : (kanalkalimantan/wanda)