Kalseldaily.com – Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara 09/PHPU.WAKO-XXIII/2025 terkait gugatan hasil Pilkada Kota Banjarbaru berlangsung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (20/1/2025). Sidang ini menarik perhatian karena adanya pertanyaan kritis dari Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih kepada KPU Kalimantan Selatan dan KPU Banjarbaru mengenai dasar hukum penyelenggaraan pemungutan suara.
Poin utama yang menjadi sorotan adalah keputusan KPU untuk tetap melanjutkan pemungutan suara meski salah satu pasangan calon (paslon) telah didiskualifikasi. Gambar paslon tersebut tetap tercantum dalam surat suara, yang memicu kebingungan dan polemik hukum.
Hakim MK, Enny Nurbaningsih, mempertanyakan alasan hukum yang digunakan KPU dalam menjalankan proses tersebut. “Kalau ini dianggap seperti kondisi normal dengan dua pasangan calon, lalu satu pasangan didiskualifikasi, apa dasar hukumnya untuk melanjutkan pemungutan suara? Ketentuan pasal mana yang digunakan sebagai landasan hukum?” tanya Enny.
Ketua KPU Kalimantan Selatan, Andi Tenri Sompa, menjelaskan bahwa pihaknya mengacu pada Pasal 54c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Namun, Enny menyoroti bahwa pasal tersebut tidak secara eksplisit mengatur situasi di mana pasangan calon yang telah didiskualifikasi masih tercantum dalam surat suara.
Saat diminta menjelaskan lebih lanjut, Andi mengakui adanya kekosongan hukum dalam kasus ini. “Memang kami menyadari ada kekosongan hukum terkait kasus di Banjarbaru, Yang Mulia,” ungkapnya.
Diskualifikasi pasangan calon nomor urut 2, Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah, dilakukan oleh KPU Banjarbaru pada 31 Oktober 2024 berdasarkan rekomendasi Bawaslu Kalsel. Keputusan tersebut keluar kurang dari satu bulan sebelum pemungutan suara, sementara surat suara telah dicetak dengan gambar kedua paslon.
Enny juga mempertanyakan penerapan SK 1774, yang menyatakan bahwa suara untuk paslon yang telah didiskualifikasi dianggap tidak sah. Menurutnya, tidak ada ketentuan yang secara jelas mengatur langkah tersebut dalam undang-undang yang ada.
“Kalau suara dianggap tidak sah, itu mungkin sudah ada aturannya. Tetapi bagaimana dengan dasar hukum ketika paslon yang didiskualifikasi tetap ada di surat suara?” tanya Enny lebih lanjut.
Hasil Pilkada Banjarbaru sendiri menunjukkan pasangan calon nomor urut 1, Erna Lisa Halaby dan Wartono, memperoleh 36.135 suara. Sementara itu, jumlah suara yang dinyatakan tidak sah mencapai 78.736 suara, mayoritas diduga berasal dari paslon yang telah didiskualifikasi.
(kbk.news, mediaindonesia.com)
sc foto : Mahkamah Konstitusi RI